Sebanyak 843 rekening yang terkait tersangka kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) diblokir oleh pihak kepolisian. Rekening rekening itu masih dilakukan pendalaman oleh pihak kepolisian. "Penelusuran 843 rekening dari informasi PPATK terkait rekening 4 tersangka yayasan ACT dan afiliasinya serta pihak lainnya," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Ia menuturkan bahwa rekening rekening itu diblokir untuk dilakukan pendalaman dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, dia tidak merinci mengenai total saldo dalam rekening rekening tersebut. "Status rekening tersebut dilakukan pemblokiran lanjutan oleh penyidik sesuai kewenangan dalam UU TPPU," jelas Nurul.
Lebih lanjut, Nurul menuturkan bahwa pihaknya juga akan melakukan klarifikasi dan penelusuran 777 rekening yayasan ACT. Hal itu berdasarkan koordinasi dengan Kemensos RI. "Itu untuk mengetahui rekening mana saja yang terdaftar dan tidak terdaftar di Kemensos sebagai rekening resmi yayasan," jelasnya.
Lebih lanjut, Nurul menuturkan penyidik juga tengah melacak aset para tersangka kasus ACT. Namun, dia masih belum merinci mengenai daftar aset yang telah disita penyidik. "Kami melakukan aset tracing terhadap harta kekayaan baik yayasan maupun para tersangka dan pihak yang terafiliasi," ujarnya. Bareskrim Polri juga mengendus dana total Rp8 miliar yang terkait dengan dugaan penyelewengan donasi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Dana itu pun kini masih dalam pendalaman penyidik. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah menyampaikan bahwa penyidik juga telah bekerjasama dengan akuntan publik menelusuri uang tersebut. Hasilnya, uang Rp 3 miliar dari Rp 8 miliar sudah diblokir.
"Data terbaru penyidik berhasil mengamankan atau blokir sejumlah dana yang tersisa sebesar Rp 3 miliar di beberapa rekening Yayasan ACT," kata Nurul. Ia menuturkan bahwa dana Rp5 miliar lainnya kini masih tahap penelusuran. Nantinya, dana itu juga bakal diproses pemblokiran. "Selain itu ditemukan dana sebesar Rp 5 Miliar yang juga akan dilakukan pemblokiran," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Koperasi Syariah 212 bernama Muhammad Syafei (MS) diperiksa penyidik Bareskrim Polri karena diduga menerima aliran dugaan penyelewengan donasi kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT). Diketahui, dana yang diterima Koperasi Syariah 212 berkaitan dana bantuan Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 lalu. Total, dana yang mereka terima Rp10 miliar. "Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak pihak yang menerima aliran Dana Boeing dari ACT yang tidak sesuai peruntukannya di antaranya Ketua Koperasi Syariah 212 atas nama MS pada hari Senin 1 Agustus 2022," kata Nurul.
Lebih lanjut, Nurul menuturkan penyidik juga tengah melacak aset para tersangka kasus ACT. Namun, dia masih belum merinci mengenai daftar aset yang telah disita penyidik. "Kami melakukan aset tracing terhadap harta kekayaan baik yayasan maupun para tersangka dan pihak yang terafiliasi," pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 lalu.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyampaikan bahwa dana BCIF yang disalurkan Boeing sejatinya mencapai Rp138 miliar. Namun, uang Rp34 miliar tidak digunakan sesuai peruntukannya. "Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," kata Helfi. Ia menuturman bahwa uang Rp34 miliar tersebut digunakan untuk pengadaan armada truk Rp2 miliar, program Big Food Bus Rp2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya Rp8,7 Miliar.
Selanjutnya, kata Helfi, uang itu disalurkan untuk koperasi syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan CV Vun Rp3 miliar dan dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar. "Total semua Rp 34,573,069,200. Kemudian selain itu juga digunakan untuk gaji para pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan yaitu akan dilakukan audit pada ini," pungkasnya. Aksi Cepat Tanggap (ACT) ternyata mengelola donasi masyarakat dengan nilai fantastis. Ternyata, lembaga filantropi tersebut mengumpulkan donasi hingga Rp2 triliun dalam kurun waktu 15 tahun.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan uang donasi Rp2 triliun itu dikumpulkan dalam kurun waktu tahun 2005 hingga 2020. Dengan begitu, donasi tersebut merupakan akumulasi dalam 15 tahun terakhir. "Total donasi yang masuk ke yayasan ACT dari tahun 2005 sampai tahun 2020 sekitar Rp 2 triliun," kata Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan, yayasan ACT besutan Ahyudin dan Ibnu Khajar itu diduga memangkas 20 sampai 30 persen dari total uang donasi yang diterima. Hal itu berdasarkan surat keputusan internal yang dibuat para pengurus. "Pada tahun 2015 sampai 2019 dasar yang dipakai oleh yayasan untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina ACT dengan pemotong berkisar 20 30 persen," ungkapnya. "Kemudian pada tahun 2020 sampai sekarang berdasarkan opini komite dewan syari'ah yayasan ACT pemotongannya sebesar 30 persen," sambung Ramadhan.
Lebih lanjut, Ia menambahkan, ACT mendapatkan uang Rp450 miliar dari hasil pemangkasan donasi tersebut. Adapun uang itu digunakan untuk alasan operasional ACT.